Renungan Harian - Sunday, 23 June 2024

MENGAPA KAMU TIDAK PERCAYA ?


Minggu, 23 Juni 2024

Ayub 38:1.8-11

Mazmur 107:23-24.25-26.28-29.30-31

2 Korintus 5:14-17

Markus 4:35-40



“Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” –-- Markus 4:38c


SERING KITA mengatakan kalimat tersebut tanpa kita sadari. Terlebih saat badai kehidupan menerpa dan kita tidak tahu lagi apa yang harus kita laukan. Kita merasa ditinggalkan. Merasa sendirian dan Tuhan tidak perduli pada kita. Pada keaadaan kita yang sedang dalam kesulitan dan pergumulan. Apa yang Tuhan Allah janjikan, terasa tidak ada. Rasanya hanya Tuhan tidak peduli pada kita. Dan pertanyaan Yesus pada para rasul adalah pertanyaan yang sama untuk kita semua hari ini, “Mengapa kamu tidak percaya?”

Seperti kisah Ayub yang kita baca dari bacaan hari ini, Tuhan menjawab Ayub dari dalam badai. Dimana Tuhan mempertanyakan  dimanakah dia saat Tuhan melakukan mukjizat? Saat Tuhan melakukan hal-hal untuk kehidupan? Rasul Paulus juga mengatakan “Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak menilai lagi demikian” – 2 Kor 5:16. Karena ukuran yang kita manusia pakai seringkali tidak berdasarkan iman, namun berdasarkan perasaan dan pemikiran kita yang seringkali terbatas. Terbatas dalam arti tidak berdasarkan iman yang murni namun tercampur dengan emosi dan juga pengetahuan yang kita pikir benar. Sehingga akhirnya menjadi rancu. Dari bait pengantar Injil dan bacaan Injil pada hari ini, Tuhan ingin menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan, yang tidak akan meninggalkan kita. Tuhan yang akan selalu menjaga dan melindungi kita dari segala bahaya. Hanya adakah kita memiliki iman yang teguh? Apakah kita percaya sungguh-sungguh pada-Nya? Banyak dari kita dengan yakin menjawab ‘Ya, aku punya iman’. Namun sungguh-sungguhkan kita percaya? Pertanyaan itu hanya kita pribadi yang tahu pasti dan bisa menjawabnya. Namun yang pasti, Yesus tidak akan mempertanyakan “Akan tetapi, jika anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” – Lukas 18:8b.

Tentunya pertanyaan tentang adanya iman di bumi diucapkan Yesus begitu saja. Yesus tinggal dan berkarya bersama para rasul selama tiga tahun namun para rasul yang bersama-sama dengan Sang Putra, masih gagal melihat Sang Mesias hingga Yesus naik kembali ke Surga. Bisa dibaca dari Kisah Para Rasul bagaimana para murid belum bisa mengenal dengan sungguh-sungguh karena iman yang belum penuh. Bagaimana Yesus menampakkan diri-Nya setelah kebangkitan_nya dan para murid masih tidak percaya. Karya kasih Allah tidak pernah setengah-setengah. Tuhan merencanakan segala sesuatu dengan sempurna. Namun kita selalu lebih memilih kepada kepercayaan kita sendiri. Menurut nalar dan perasaan kita dan bukan atas dasar iman. Apa sih iman itu? “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” – Ibrani 11:1. Jadi iman memang sulit untuk bisa dijabarkan oleh nalar dan tidak bisa diungkapkan dengan sekedar kata-kata. Butuh prose untuk meiliki iman seperti dikatakan di Roma 10:17 : Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan dari pendengaran oleh Firman Kristus”. Firman Kristus bisa kita dapat saat kita menghadiri misa kudus, mengikuti pelajaran alkitab ataupun dengan tekun membaca alkitab. Karena tanpa membaca Firman-Nya kita tidak akan pernah tahu dan mengenal siapakah Tuhan kita. Sedangkan para rasul yang hidup, tinggal dan mengikuti Yesus setiap hari dan melihat langsung mukjizat, dan bagaimana Yesus mengajar, tetap gagal mengenali Sang Putra. Jadi bagaimana kita bisa percaya dan beriman jika kita tidak meluangkan waktu untuk mengenal Dia dan hanya mengeluh dan mengatakan “Tuhan, Engkau tidak perduli jika kami binasa?” Jika sekiranya pertanyaan itu kita putar dengan Tuhan yang bertanya kepada kita “Hai manusia, apakah engkau peduli pada-Ku dan tidak membiarkan dirimu binasa?”  (Beatrix)

 

DOA: “Terima kasih Bapa, yang tak pernah meninggalkan ataupun membiarkan daku bergumul sendirian. Puji syukur pada-Mu, Yesus, yang senantiasa setia mendampingi dan membimbingku, disetiap langkah di dalam perjalanan hidupku di dunia ini. Terima kasih Roh Kudus yang lembut hati, yang selalu setia mengingatkan daku akan ajaran-ajaran dan Firman Tuhan yang kudengar, Amin”

JANJI: “Jadi barangsiapa ada dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu, dan sungguh, yang baru sudah datang!” - 2 Korintus 5:17

PUJIAN: Santo Yosef Kafasso, Pengaku Iman. Yosef Kafasso lahir di Kastenuovo d’Asti di Piemonte, Italia Utara, pada tanggal 15 Januari 1811. Pendidikan sekolah menengahnya berlangsung di Chieri. Empat tahun kemudian, salah seorang muridnya kelak, St.Yohanes Bosco, dilahirkan di kota yang sama. Yosephus bertemu Yohanes Bosco untuk pertama kali di kota Turin pada tahun 1827. Saat itu ketika Bosco baru berusia dua belas tahun. Yohanes Bosco berbicara kepada seminaris Yosephus Cafasso di gereja dan kemudian berlari pulang sepanjang perjalanan ke rumah. “Mama, mama,” teriak Yohanes, “aku bertemu dengannya, aku bertemu dengannya, mama!” “Dengan siapa?” tanya ibunya. “Yosephus Cafasso, mama. Ia seorang seminaris yang kudus, sungguh.” Ibu Bosco tersenyum dan mengangguk dengan lembut.

Beliau pada mulanya dia diolok-olok kawan-kawannya karena badannya bungkuk dan kecil. Pada tahun 1833, Yosephus ditahbiskan sebagai imam. Tugas pertamanya adalah belajar di sekolah tinggi teologi. Setelah Kafasso menamatkan pelajarannya, ia menjadi seorang profesor teologi. Ia mengajar banyak imam muda selama bertahun-tahun. Mereka mengatakan bahwa ia sangat mengasihi mereka. Yoseph Kafasso dikenal sebagai imam yang percaya akan kelemahlembutan dan belas kasih Allah. Karena ia sendiri begitu lembut hati, ia membangkitkan semangat dan pengharapan pada orang-orang lain juga. Ia membimbing banyak imam, kaum religius dan awam juga. Kafasso membantu Yohanes Bosco memulai pelayanan kerasulannya yang mengagumkan di antara anak-anak. Ia juga yang membimbing Yohannes Bosco memulai Serikat religiusnya yang kini dikenal sebagai Serikat Salesian Don Bosco (SDB). Pada tahun 1848, Romo Kafasso ditunjuk menjadi pastor paroki di Gereja St. Fransiskus. Tak seorang pun sanggup mengatakan betapa besar pengaruhnya bagi masyarakat dan karya-karya Gereja. Yosephus Kafasso wafat pada tanggal 23 Juni tahun 1860. Sahabat setianya yang juga anak didiknya, St.Yohanes Bosco, menyampaikan homili pada misa pemakamannya. Romo Kafasso membuat orang yang tidak percaya menjadi percaya pada adanya kasih dan kebaikan, yang berasal dari Tuhan kita. Tentang sifat Kafasso, Don Bosco memberi kesaksian, bahwa sebagai pemimpin para imam dan penasehat kawan-kawannya, Kafasso memadukan dalam dirinya sifat-sifat unggul Santo Aloysius Gonzaga, Vinsensius a Paulo, Karolus Borromeus dan Alfonsus Ligouri. Setelah lama berkarya sebagai abdi Allah dan sesamanya, ia meninggal dunia pada tanggal 23 Juni 1860.

Penanggung Jawab RH: Komunitas MBA (Mari Baca Alkitab)


Bagikan :

Renungan Harian lainnya :

SIAPAKAH YESUS BAGIKU

Saturday, 29 Jun 2024

JADILAH ENGKAU TAHIR

Friday, 28 Jun 2024

KETAATAN

Thursday, 27 Jun 2024

MENGENAL POHON DARI BUAHNYA

Wednesday, 26 Jun 2024

JALAN SEMPIT JALAN KEHIDUPAN

Tuesday, 25 Jun 2024

RAHMAT TUHAN MEMBAWA SUKACITA

Monday, 24 Jun 2024

MENGAPA KAMU TIDAK PERCAYA ?

Sunday, 23 Jun 2024

BERPIKIR SECARA POSITIF

Saturday, 22 Jun 2024

HARTA SURGAWI

Friday, 21 Jun 2024

HATI YANG BERDOA MENYENANGKAN TUHAN

Thursday, 20 Jun 2024

JANGAN MUNAFIK

Wednesday, 19 Jun 2024